Kamis, 08 November 2018

Kalimat Efektif (Kesatuan, Kepaduan, Keparalelan, Ketepatan, Kehematan, dan Kelogisan

PERTEMUAN 3
Kalimat Efektif (Kesatuan, Kepaduan, Keparalelan, Ketepatan, Kehematan, dan Kelogisan

Pengertian Kalimat Efektif
    Kalimat efektif adalah kalimat yang disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki setiap kalimat (subjek dan predikat); memperhatikan ejaan yang disempurnakan; serta cara memilih kata (diksi) yang tepat dalam kalimat. Kalimat yang memenuhi kaidah-kaidah tersebut jelas akan mudah dipahami oleh pembaca atau pendengar. (Sumber: Wikipedia)
Terdapat juga pendapat dari JS badudu mengenai pengertian kalimat efektif, yaitu:
Kalimat yang baik karena apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si pembaca (si penulis dalam bahasa tulis) dapat diterami dan dipahami oleh pendengar (pembaca dalam bahasa tulis) sama benar dengan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh si penutur atau si penulis.
Selain itu terdapat juga beberapa pengertian lain:
    Jenis kalimat yang dapat memberikan efek tertentu dalam komunikasi. Efek yang dimaksudkan disini adalah kejelasan informasi.
    Kalimat efektif tidak menggunakan kata-kata mubazir, tetapi juga tidak kekurangan kata

Ciri-Ciri Kalimat Efektif
Beberapa ciri kalimat efektif yang kami kumpulkan, diantaranya:
    Memakai diksi yang tepat.
    Mempunyai unsur pokok atau penting, minimal Subjek Predikat (SP).
    Taat kepada tata aturan ejaan yang disempurnakan (EYD) yang berlaku.
    Melakukan penekanan ide pokok.
    Mengacu kepada penghematan penggunaan kata.
    Memakai kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai.
    Memakai variasi struktur kalimat.
    Memakai kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan sistematis.
    Mewujudkan koherensi yang baik dan kompak.
    Memperhatikan pararelisme.
    Merupakan komunikasi yang berharkat.
    Diwarnai kehematan.
    Didasarkan pada pilihan kata yang baik.

Syarat Kalimat Efektif
Ada 6 syarat atau prinsip yang harus terpenuhi agar bisa tertulis kalimat yang efektif, apa saja? dibawah ini:
1. Kesatuan
Menurut Amran Tasai dan Arifin, kesatuan adalah keseimbangan antara pikiran (gagasan) dan struktur bahasa yang digunakan. Kesatuan gagasan kalimat ini diperlihatkan oleh kesepadanan yang kompak dan kepaduan pikiran yang baik.
Ciri-ciri yang kesatuan:
a. Adanya subjek dan predikat yang jelas.
Hindari menggunakan kata depan (di, ke, sebagai, dll) sebelum subjek.
Contoh kalimat kesatuan:
    Di rumah adat para petua mendiskusikan masalah kejahatan yang terjadi. (Salah)
    Para tetua adat mendiskusikan masalah kejahatan yang terjadi di rumah adat. (Benar)
b. Tidak terdapat subjek ganda
Misalnya:
    Pembangunan jalan itu kami dibantu oleh warga desa. (Salah)
    Dalam membangun jalan itu, kami dibantu oleh warga desa. (Benar)
c. Tidak menggunakan kata penghubung intrakalimat dalam kalimat tunggal
Misalnya:
    Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama (Salah)
    Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mengikuti acara pertama. (Benar)
d. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang
Misalnya:
    Bahasa Indonesa yang berasal dari bahasa Melayu.(Salah)
    Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.(Benar)
2. Kehematan
Menurut Finoza, kehematan adalah usaha menghindari pemakaian kata yang tidak perlu. Hemat disini berarti tidak menggunakan kata-kata mubazir, tidak menjamakkan kata yang sudah berbentuk jamak, dan tidak mengulang subjek. Dengan menghemat kata, kalimat menjadi padat dan berisi.
Contoh kalimat kehematan:
    Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke pesta itu. (Salah)
    Karena tidak diundang, dia tidak datang ke pesta itu. (Benar)
    Presiden SBY menghadiri Rapin ABRI hari Senin (Salah)
    Presiden SBY menghadiri rapat ABRI Senin itu. (Benar)
    Dia hanya membawa badannya saja (Salah)
    Dia membawa badannya saja / Dia hanya membawa badannya.  (Benar)
    Para tamu-tamu (Salah)
    Para tamu/ Tamu-tamu. (Benar)
3. Keparalelan
Menurut Amran Tasai dan Arifin, keparalelan merupakan kesamaan bentuk yang digunakan dalam kalimat itu.
Maksudnya yaitu jika pada kata pertama berbentuk verba, maka kata kedua juga harus berbentuk verba.
Materi terkait: Verba Transitif dan Intransitif Serta Contohnya
Contoh kalimat keparalelan:
    Sang tutor menjelaskan, memaparkan, dan penerapan sebuah aplikasi pada para praktikan. (Salah)
    Sang tutor menjelaskan, memaparkan, dan menerapkan sebuah aplikasi pada para praktikan. (Benar).
4. Kelogisan
Menurut Arifin dan Amran Tasai, kelogisan adalah ide kalimat itu dapat diterima oleh akal dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku.
Contoh kalimat efektif kelogisan:
    Waktu dan tempat kami persilahkan. (Salah)
    Bapak dosen kami persilahkan. (Benar)
5. Kepaduan (Koherensi)
Menurut Finoza, koherensi adalah terjadinya hubungan yang padu antara unsur-unsur pembentukan kalimat.
Merupakan syarat dari kalimat efektif agar diharapakan nantinya setiap informasi yang diterima tidak terpecah-pecah.
Ciri-ciri di contoh koherensi dibawah ini yaitu koherensi yang rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola kalimat.
Misalnya:
    Ikan memakan adik tadi pagi (Salah)
    Adik memakan ikan tadi pagi (Benar)
Selain itu, satu contoh lagi koherensi yang rusak karena menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.
Contoh kalimat kepaduan:
    Mereka membahas daripada kehendak rakyat. (Salah)
    Mereka membahas kehendak rakyat. (Benar)
6. Ketepatan
Menurut Finoza, ketepatan adalah kesesuaian atau kecocokan pemakaian unsur-unsur yang membentuk suatu kalimat sehingga tercipta pengertian yang bulat dan pasti.
Contoh kalimat ketepatan, misalnya dibawah ini tentang kesalahan dalam penggunaan tanda koma:
   

Sidik lupa bagaimana cara melukis, mengecat dan berjahitan. (Salah)
Sidik lupa bagaimana cara melukis, mengecat, dan menjahit.(Benar)


Sumber : www.yuksinau.id

Kalimat Efektif, SPOK, Fonem, dan Morfem

PERTEMUAN 2
Kalimat Efektif, SPOK, Fonem, dan Morfem
  • Kalimat Efektif
Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif dapat diartikan sebagai susunan kata yang mengikuti kaidah kebahasaan secara baik dan benar. Tentu saja karena kita berbicara tentang bahasa indonesia, kaidah yang menjadi patokan kalimat efektif dalam bahasan ini adalah kaidah bahasa Indonesia menurut ejaan yang disempurnakan (EYD).
Syarat Kalimat Efektif
Pada dasarnya, ada empat syarat utama sebuah kalimat dapat dikatakan efektif atau tidak.

1. Sesuai EYD

Sebuah kalimat efektif haruslah menggunakan ejaan maupun tanda baca yang tepat. Kata baku pun mesti menjadi perhatian agar tidak sampai kata yang kamu tulis ternyata tidak tepat ejaannya.


2. Sistematis

Sebuah kalimat paling sederhana adalah yang memiliki susunan subjek dan predikat, kemudian ditambahkan dengan objek, pelengkap, hingga keterangan. Sebisa mungkin guna mengefektifkan kalimat, buatlah kalimat yang urutannya tidak memusingkan. Jika memang tidak ada penegasan, subjek dan predikat diharapkan selalu berada di awal kalimat.

 

3. Tidak Boros dan Bertele-tele

Jangan sampai kalimat yang kalian buat terlalu banyak menghambur-hamburkan kata dan terkesan bertele-tele. Pastikan susunan kalimat yang kalian rumuskan pasti dan ringkas agar orang yang membacanya mudah menangkah gagasan yang kalian tuangkan.


4. Tidak Ambigu

Syarat kalimat efektif yang terakhir, kalimat efektif menjadi sangat penting untuk menghindari pembaca dari multiftafsir. Dengan susunan kata yang ringkas, sistemastis, dan sesuai kaidah kebahasaan; pembaca tidak akan kesulitan mengartikan ide dari kalimat kalian sehingga tidak ada kesan ambigu.

 

Ciri-ciri Kalimat Efektif

Untuk membuat kalimat efektif tidaklah sulit asalkan sudah memahami ciri-ciri suatu kalimat dikatakan efektif. Berikut ini adalah 5 ciri-ciri sehingga suatu kalimat dapat kita katakan efektif.


1. Kesepadanan Struktur

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kelengkapan struktur dan penggunaannya. Inilah yang dimaksud dengan kesepadanan struktur. Ada beberapa hal yang menyangkut ciri-ciri yang satu ini.

a. Pastikan kalimat yang dibuat mengandung unsur klausa minimal yang lengkap, yakni subjek dan predikat.

b. Jangan taruh kata depan (preposisi) di depan subjek karena akan mengaburkan pelaku di dalam kalimat tersebut.

Contoh kalimat efektif dan tidak efektif:
Bagi semua peserta diharapkan hadir tepat waktu. (tidak efektif)
Semua peserta diharapkan hadir tepat waktu. (efektif)

c. Hati-hati pada penggunaan konjungsi yang di depan predikat karena membuatnya menjadi perluasan dari subjek.

Contoh:
Dia yang pergi meninggalkan saya. (tidak efektif)
Dia pergi meninggalkan saya. (efektif)

d. Tidak bersubjek ganda, bukan berarti subjek tidak boleh lebih dari satu, namun lebih ke arah menggabungkan subjek yang sama.

Contoh:
Adik demam sehingga adik tidak dapat masuk sekolah. (tidak efektif)
Adik demam sehingga tidak dapat masuk sekolah. (efektif)

2. Kehematan Kata

Karena salah satu syarat kalimat efektif adalah ringkas dan tidak bertele-tele, kalian tidak boleh menyusun kata-kata yang bermakna sama di dalam sebuah kalimat. Ada dua hal yang memungkinkan kalimat membuat kalimat yang boros sehingga tidak efektif. Yang pertama menyangkut kata jamak dan yang kedua mengenai kata-kata bersinonim. Untuk menghindari hal tersebut, berikut ini contoh mengenai kesalahan dalam kata jamak dan sinonim yang menghasilkan kalimat tidak efektif.
Contoh Kata Jamak:
Para siswa-siswi sedang mengerjakan soal ujian masuk perguruan tinggi. (tidak efektif)
Siswa-siswi sedang mengerjakan soal ujian masuk perguruan tinggi. (efektif)
Ketidakefektifan terjadi karena kata para merujuk pada jumlah jamak, sementara siswa-siswi juga mengarah pada jumlah siswa yang lebih dari satu. Jadi, hilangkan salah satu kata yang merujuk pada hal jamak tersebut.
Contoh Kata Sinonim:
Ia masuk ke dalam ruang kelas. (tidak efektif)
Ia masuk ruang kelas.
Ketidakefektifan terjadi karena kata masuk dan frasa ke dalam sama-sama menunjukkan arti yang sama. Namun, kata masuk lebih tepat membentuk kalimat efektif karena sifatnya yang merupakan kata kerja dan dapat menjadi predikat. Sementara itu, jika menggunakan ke dalam dan menghilangkan kata masuk—sehingga menjadi ia ke dalam ruang kelas—kalimat tersebut akan kehilangan predikatnya dan tidak dapat dikatakan kalimat efektif menurut prinsip kesepadanan struktur.

3. Kesejajaran Bentuk

Ciri-ciri yang satu ini menyangkut soal imbuhan dalam kata-kata yang ada di kalimat, sesuai kedudukannya pada kalimat itu. Pada intinya, kalimat efektif haruslah berimbuhan pararel dan konsisten. Jika pada sebuah fungsi digunakan imbuhan me-, selanjutnya imbuhan yang sama digunakan pada fungsi yang sama.
Contoh:
Hal yang mesti diperhatikan soal sampah adalah cara membuang, memilah, dan pengolahannya. (tidak efektif)
Hal yang mesti diperhatikan soal sampah adalah cara membuang, memilah, dan mengolahnya. (efektif)

4. Ketegasan Makna

Tidak selamanya subjek harus diletakkan di awal kalimat, namun memang peletakan subjek seharusnya selalu mendahului predikat. Akan tetapi, dalam beberapa kasus tertentu, kalian bisa saja meletakkan keterangan di awal kalimat untuk memberi efek penegasan. Ini agar pembaca dapat langsung mengerti gagasan utama dari kalimat tersebut. Penegasan kalimat seperti ini biasanya dijumpai pada jenis kalimat perintah, larangan, ataupun anjuran yang umumnya diikuti partikel lah atau pun.
Contoh:
Kamu sapulah lantai rumah agar bersih! (tidak efektif)
Sapulah lantai rumahmu agar bersih! (efektif)

5. Kelogisan Kalimat

Ciri-ciri kalimat efektif terakhir yang amat krusial menyangkut kelogisan kalimat yang kalian buat. Kelogisan berperan penting untuk menghindari kesan ambigu pada kalimat. Karena itu, buatlah kalimat dengan ide yang mudah dimengerti dan masuk akal agar pembaca dapat dengan mudah pula mengerti maksud dari kalimat tersebut.
Contoh:
Kepada Bapak Kepala Sekolah, waktu dan tempat kamu persilakan. (tidak efektif)
Bapak Kepala Sekolah dipersilakan menyampaikan pidatonya sekarang. (efektif)
  • SPOK
Kalimat berpola SPOK adalah adalah salah satu jenis kalimat lengkap karena mengandung unsur subjek (S) dan predikat (P). Kalimat berpola SPOK adalah jenis kalimat sempurna yang lengkap. Berikut adalah contoh kalimat berpola SPOK :
1.      Ayah membajak sawah menggunakan traktor.
2.      Ibu membawa makan siang ke sawah.
3.      Pak Tono menuntut Andi ke pengadilan.
4.      Kami menunggu keputusan pengadilan hingga malam hari.
5.      Presiden melantik Gubernur Yogya di Jakarta.
6.      Ibu guru memberi tugas rumah kepada para siswa.
7.      Aku memperhatikan penjelasannya dengan seksama.
8.      Ratna meneliti hasil ulangan siswa dengan teliti.
9.      Ayah mengantarkan ibu ke rumah sakit.
10.  Mereka membakar gubug remang dengan obor.

  • Fonem
1.   Pengertian Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti. Bunyi /a/ dan /i/ dalam bahasa Indonesia adalah fonem, karena keduanya membedakan arti. Misalnya dalam pasangan dara dan dari.
Fonem ialah unit bunyi yang terkecil yang membedakan makna. Perbedaan makna ini dapat dilihat pada pasangan minimal atau pasangan terkecil perkataan. Misalnya pedang dengan petang. Dalam pasangan minimal perkataan pedang dengan petang itu terdapat bunyi yang berbeda (distingtif), yaitu bunyi d dan bunyi t. Oleh sebab perkataan pedang hampir sama, kecuali bunyi d dan bunyi t, maka dikatakan bahwa bunyi d dan bunyi t adalah bunyi yang distingtif yang membedakan makna. Oleh karena itu, bunyi d dan bunyi t adalah bertaraf fonem yang berbeda dan bunyi fonem ini diletakkan dalam kurungan fonem, yaitu / d / dan / t /.
Pasangan minimal ialah pasangan terkecil perkataan, yaitu pasangan perkataan yang hampir sama dari segi sebutan dan juga cara menghasilkan bunyi perkataan tersebut tetapi masih terdapat perbedaan kecil pada bunyi (fonem) tertentu yang membedakan makna antara perkataan tersebut.
Fonem-fonem diucapkan secara berangkai dan berkelompok di dalam pemakaian bahasa. Artinya, setiap fonem diucapkan secara terpisah-pisah. Kelompok fonem yang merupakan unsur sebuah kata dasar atau morferm bahasa Indonesia disebut “suku”. Dengan kata lain, struktur suku ditentukan oleh hubungan sintagmatis di antara fonem-fonemnya.
Perhatikan tabel berikut   :
Kata dasar
ia
Tiba
Pindah
prisma
suku
i a
Ti  ba
Pin dah
Pris ma
fonem
/i/a/
/t/i/b/a/
/p/i/n/d/a/h/
/p/r/i/s/m/a/

Fonologi berbeda dari fonetik karena fonetik mempelajari bunyi-bunyi tanpa membatasi perhatiannya pada bahasa tertentu umpamanya bahasa Indonesia atau Inggris. Fonologi bertugas mempelajari fungsi bunyi untuk membedakan atau mengidentifikasi kata-kata tertentu.
2.   Fonem Suprasegmental
Fonem suprasegmental yang juga disebut fonem suprapenggalan ialah ciri atau sifat bunyi yang menindihi atau menumpangi suatu fonem. Maksudnya, ciri suprasegmental hadir bersama-sama fonem penggalan dengan cara menumpangi bunyi segmental. Fonem suprasegmental ini bukannya bunyi segmental atau bunyi penggalan, tetapi ciri yang hadir bersama dengan cara menindihi atau menumpangi bunyi penggalan. Fonem suprasegmental tersebut terdiri dari:
a)  Tekanan
Tekanan ialah ciri lemah atau kerasnya suara penyebutan sesuatu suku kata. Tekanan biasanya berlaku pada suku kata dalam perkataan.
b)  Kepanjangan
Kepanjangan atau juga disebut panjang pendek bunyi merupakan ciri khusus yang terdapat pada perkataan dalam bahasa-bahasa tertentu.
c)  Jeda
Jeda yang juga disebut persendian ialah ciri atau unsur hentian (senyap) dalam ujaran sebagai tanda memisahkan unsure linguistik, iaitu perkataan, ayat atau rangkai kata.
d)  Tona
Tona merupakan naik atau turunnya suara dalam pengucapan perkataan.
e)  Intonasi
Intonasi ialah turun naik nada suara dalam pengucapan ayat atau frasa. Intonasi juga disebut sebagai lagu bahasa.
3.    Perubahan Fonem
Apabila kita menyinggung perubahan fonem dalam bidang proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
a)    Perubahan fonem /N/
1.    Fonem /N/ pada morfem meN- dan morfem peN- berubah menjadi fonem /m/ kalau dasar kata yang mengikutinya berawal dengan /b,f,p/. Misalnya :
meN-               +          pilih                  è        memilih
meN-               +          foto                  è        memfoto
peN-                +          bela                 è        pembela
2.    Fonem /N/ pada {meN-} dan {peN-} berubah menjadi fonem /n/ kalau dasar kata yang mengikutinya berawal dengan fonem /d,s,t/. Perlu kita catat di sini bahwa fonem /s/ hanya khusus bagi sejumlah dasar kata yang berasal dari bahasa asing. Apabila kita mencoba berbicara bahasa atau dialeg asing, kemungkinan kita akan menggganti fonem-fonemnya dengan fonem-fonem yang paling mirip dalam bahasa atau dialeg kita sendiri.
Misalnya :
meN-               +          daki                 è        mendaki
meN-               +          tahan               è        menahan
meN-               +          survei              è        mensurvei
3.    Fonem /N/ pada {meN-} dan {peN-} berubah menjadi /n/ apabila kata dasar yang mengikutinya berawal dengan /c,j,s/.
Misalnya :
meN-               +          cabut               è        mencabut
peN-                +          jaga                 è        penjaga
peN-                +          seret                è        penyeret
4.    Fonem /N/ pada {meN-} dan {peN-} berubah menjadi /ng/ apabila dasar kata yang mengikutinya berfonem /g,h,k,x/, dan vokal.
Misalnya :
meN-               +          ganti                è        mengganti
peN-                +          halang             è        penghalang
meN-               +          kecoh              è        mengecoh
meN-               +          angkat             è        mengangkat
peN-                +          edar                 è        pengedar
b)    Perubahan Fonem /r/
Fonem /r/ pada morfem {ber} dan morfem {per} berubah menjadi fonem /l/ sebagai akibat pertemuan morfem tersebut dengan kata dasar yang berupa morfem {ajar}. Contoh
ber-            +          ajar                  è        belajar
per-            +          ajar                  è        pelajar


  • Morfem
1.    Pengertian Morfem
Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil; misalnya {ter}, {di} dan {pensil}.
2.    Pengenalan Morfem
            Prof. Ramlan mengemukakan enam perinsip yang saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem.
Ø Prinsip 1     Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik dan arti leksikal atau arti gramatik yang sama merupakan suatu morfem.
Ø Prinsip 2     Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan suatu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, asal perbedaan itu dapat dijelaskan secara fonologik.
Ø Prinsip 3     Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda sekalipun perbedaannya tidak dapat tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap sebagai suatu morfem apabila mempunyai arti leksikal atau arti gramatik yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer.
Ø Prinsip 4     Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berpararel dengan suatu kekosongan, maka kekosongan itu adalah morfem, ialah yang disebut morfem zero.
Ø Prinsip 5     Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang sama mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda.
Ø Prinsip 6     Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem.
ü  Contoh Prinsip 1 :
a)     Membeli rumah, rumah baru, menjaga rumah, berumah, satu rumah.
Dari contoh-contoh itu dapat kita lihat bahwa satuan rumah merupakan satu morfem karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama.
b)     Menulis, ditulis, menuliskan, dituliskan, menulisi, ditulisi, tertulis, tertuliskan, tertulisi, tulisan, penulis, penulisan, karya tulis.
Dari contoh-contoh tersebut dapat kita lihat bahwa satuan tulis merupakan suatu morfem karena satuan itu memiliki struktur fonologik dan arti leksikal yang sama.
ü  Contoh Prinsip 2 :
       Menjahit, membeli, menyalin, menggendong, mengecat dan melamar. Dari contoh-contoh tersebut nyata bahwa satuan-satuan men-, mem-, meny-, meng-, menge-, dan me-; mempunyai arti gramatik yang sama, yaitu menyatakan tindakan aktif: tetapi struktur fonologiknya jelas jelas berbeda.
Satuan-satuan men-, mem-, meny-, meng-, menge-, dan me- adalah alomorf dari morfem meN-; oleh karena itu semua satuan itu merupakan satu morfem.
ü  Contoh Prinsip 3:
            beralih,                        beradu
            berbaring,                    berbicara
            bersua,                        berjumpa
            bertemu,                      bekerja
            belajar,                        berjuang
            bersandar,                   beradu
Dari contoh-contoh tersebut terdapat satuan ber-, be-, dan bel-.
              Berdasarkan Prinsip 2, jelas bahwa ber-, dan be-, merupakan satu morfem, karena perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik. Tetapi bagaimana halnya dengan bel- yang (hanya) terdapat pada belajar? Walaupun bel- mempunyai struktur fonologik yangberbeda, dan perbedaanya itu tidak dapat dijelaskan secara fonologik, toh mempunyai arti gramatik yang sama dan mempunyai distribusi komplementer dengan morfem ber-.
                                      Dengan kata lain : bel- merupakan alomorf morfem ber-; oleh karena itu maka satuan bel- dapat dianggap sebagai satu morfem.
Perlu dicatat bahwa morfem bel- ini termasuk morfem yang produktif dalam bahasa Indonesia.
ü  Contoh Prinsip 4:
(1)           Ibu                   menggoreng                ikan.
(2)           Ibu                   menyapu                     halaman.
(3)           Ibu                   menjahit                      baju.
(4)           Ibu                   membeli                      telur.
(5)           Ibu                   minum                         teh.
(6)           Ibu                   makan                         pecal.
(7)           Ibu                   masak                         rendang.
Ketujuh kalimat di atas berstruktur S (ubjek) P (redikat) O (obyek). Predikatnya berupa kata verbal yang transitif. Yang pada kalimat (1), (2), (3), (4) ditandai oleh adanya meN-, sedangkan pada kalimat (5), (6), (7), kata verbal transitif itu ditandai dengan kekosongan atau tidak adanya meN-. Itulah yang disebut morfem zero.
ü  Contoh Prinsip 5:
a)            (1) Ia menanam kembang.
(2) Bunga itu telah kembang.
Pada (1) kembang ‘bunga’ dan pada (2) kembang ‘mekar’; oleh karena itu kedua kata kembang itu merupakan morfem yang berbeda walaupun mempunyai struktur fonologik yang sama. Kenapa? Karena arti leksikalnya beda.
b)            (1) Ayah sedang tidur.
(2) Tidur ayah sangat nyenyak.
Kata tidur pada (1) dan (2) mempunyai arti leksikal yang berhubungan, dan mempunyai distribusi Yang berbeda. Kedua kata tidur itu merupakan satu morfem.
ü  Contoh Prinsip 6:
a)            Berharap, harapan
Berharap terdiri dari ber- dan harap; serta harapan terdiri dari harap dan –an. Dengan demikian maka ber-, harap, dan –an masing-masing merupakan morfem sendiri-sendiri.
a.    Mendatangkan, didatangkan, mendatangi, pendatang, kedatangan, datang.
                        Dari contoh-contoh diatas :
Mendatangkan    terdiri dari tiga morfem yaitu meN-, datang, -kan
Didatangkan        terdiri dari tiga morfem yaitu di-, datang, -kan
Mendatangi          terdiri dari tiga morfem yaitu meN-, datang, -i
Pendatang           terdiri dari dua morfem yaitu peN-, datang
Kedatangan         terdiri dari dua morfem yaitu ke-an, datang
Maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa meN-, di-, peN-, datang, -kan, -i, dan ke-an merupakan morfem sendiri-sendiri.

3.    Proses Morfologis
a)    Pengertian Proses Morfologis
Proses Morfologis adalah peristiwa penggabungan morfem satu dengan morfem yang lain menjadi kata. Misalnya, kata menulis terdiri atas morfem {meN-} dan {tulis}. Penggabungan morfem {meN-} dan {tulis} menjadi kata menulis itulah yang disebut proses morfologis.
b)    Ciri Suatu Kata yang Mengalami Proses Morfologis
Morfem-morfem yang membentuk atau yang menjadi unsur kata berbeda beda fungsinya. Ada yang berfungsi sebagai tempat penggabungan dan berfungsi sebagai penggabung. Berdasarkan contoh di atas, morfem {tulis} berfungsi sebagai tempat penggabungan, sedangkan morfem (meN-} berfungsi sebagai penggabung. Morfem yang sebagai tempat penggabungan biasanya disebut bentuk dasar.
Bentuk dasar dapat berupa pokok kata dilihat dari wujudnya, bahkan berupa kelompok kata. Misalnya, bentuk dasar kata menemukan, berjuang, dan perhubungan adalah pokok kata temu, juang dan hubung.
Ciri lain bahwa suatu kata dikatakan mengalami proses morfologis ialah penggabungan atau perpaduan morfem-morfem itu mengalami perubahan arti. Contohnya bentuk dasar cangkul setelah digabung morfem {meN-}, sehingga menjadi kata mencangkul, artinya menjadi ‘melakukan pekerjaan dengan alat cangkul’.
c)    Macam Proses Morfologis
1)    Pembentukan kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar. Misalnya kata menulis dan pembangunan. Kata menulis terbentuk dari bentuk dasar tulis dan morfem imbuhan {meN-}, kata pembangunan terbentuk dari bentuk dasar bangun dan morfem imbuhan {peN-an}.


2)    Pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar.
Misalnya murid-murid, mencari-cari dan memukul-mukul yang terbentuk dari bentuk dasar murid, mencari dan memukul dengan morfem {ulang}.
3)    Pembentukan kata dengan menggabungkan dua atau lebih bentuk dasar. Misalnya meja hijau terbentuk dari bentuk dasar meja dan hijau.
C. PENJENISAN KATA
Kata ialah kumpulan daripada bunyi ujaran yang mengandung arti. Kata dinyatakan sebagai susunan huruf-huruf abjad yang mengandung arti dan sangat jelas. Contoh: ibu, mobil, ambil dan sedih.
Jenis kata ialah golongan kata yang mempunyai kesamaan bentuk, fungsi dan perilaku sintaksisnya. Dalam tatabahasa tradisional, jenis kata ini biasanya dibedakan atas sepuluh macam. Pembagian yang sepuluh ini sepenuhnya berkiblat pada pendapat Aristoteles yang berdasarkan hasil penelitiannya terhadap bahasa-bahasa Barat. Sepuluh jenis kata itu adalah:
1.    Kata Benda (Nomina)
Adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan.
Misalnya: Tuhan, angin, meja, rumah, batu, mesin dan lain-lainnya.
2.    Kata Kerja (Verba)
Adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku.
Misalnya: mengetik, mengutip, meraba, mandi, makan dan lain-lainnya.
3.    Kata Sifat (Adjektiva)
Adalah kata yang menyatakan sifat atau hal keadaan sebuah benda/sesuatu.
Misalnya: baru, tebal, tinggi, rendah, baik, buruk, mahal, dan sebagainya.
4.    Kata Ganti (Pronomina)
Adalah kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan.
Misalnya: ini, itu, ia, mereka, sesuatu, masing-masing.
5.    Kata Keterangan (Adverbia)
Adalah kata yang memberi keterangan tentang kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata bilangan, atau seluruh kalimat.
Misalnya: pelan-pelan, cepat, kemarin, tadi.
6.    Kata Bilangan (Numeralia)
Adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah kumpulan atau urutan tempat nama-nama benda.
Misalnya: seribu, saratus, berdua, bertiga, bebarapa, banyak.
7.    Kata Penghubung (Konjungsi)
Adalah kata yang menghubungkan kata-kata, bagian kalimat, atau menghubungkan kalimat-kalimat.
Misalnya: dan, lalu, meskipun, sungguhpun, ketika, jika.
8.    Kata Depan (Preposisi)
Adalah kata yang merangkaikan kata atau bagian kalimat.
Misalnya:  di, ke, dari, daripada, kepada.
9.    Kata Sandang (Artikel)
Adalah kata yang berfungsi menentukan kata benda dan membedakan suatu kata.
Misalnya: si, sang, hyang.
10.   Kata Seru (Interjeksi)
Adalah kata (yang sebenarnya sudah menjadi kalimat) untuk mengungkapkan perasaan.
Misalnya: aduh, wah, eh, oh, astaga.

Sumber :       www.studiobelajar.com

Ejaan, Pilihan Kata, Kalimat, dan Paragraf

PERTEMUAN 1
Ejaan, Pilihan Kata, Kalimat, dan Paragraf 
  • Ejaan
Secara sederhana, Ejaan sendiri dapat dikatakan sebagai Ucapan namun dalam bentuk tulisan. Dalam bahasa Indonesia sendiri terdapat beberapa aturan dalam penulisan Ejaan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan Ejaan dalam Bahasa Indonesia.

1. Penulisan Huruf Kapital 
     Digunakan untuk mengawali kalimat yang baru
Contohnya : Danau itu sangat ramai dikunjungi warga sekitar.
     Digunakan untuk menulis yang berkaitan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci
Contohnya : Segala sesuatu telah diatur oleh-Nya (Nya mewakilkan Tuhan).
     Digunakan dalam penulisan nama orang, gelar, atau keagamaan
Contohnya : Agus Budi, Presiden Soekarno, Sultan Ageng Tirtayasa. 
     Digunakan dalam penulisan nama jabatan, Kota, Negara, Kabupaten, dsb
Contohnya : Presiden Republik Indonesia, Gubernur DKI Jakarta.
     Digunakan dalam penulisan nama lembaga
Contohnya : Universitas Gunadarma, Komisi Penyiaran Indonesia.
     Digunakan dalam penulisan nama orang yang diwakilkan dengan kata-kata kekerabatan
Contohnya : Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, Kakak, dsb. 

2. Penulisan Huruf Tebal  
     Digunakan dalam penulisan judul buku atau majalah
Contohnya : Pedoman Berbahasa Indonesia , 1001 Fakta Ilmu Psikologi

3. Penulisan Huruf Miring
     Digunakan dalam penulisan kata-kata ilmiah 
Contohnya : "nama latin dari Gajah Asia adalah elephas maximus

4. Penulisan Partikel dan Awalan
     Partikel dibagi menjadi 2 jenis yaitu yang dirangkaikan (kalimatnya digabungkan) atau tidak dirangkaikan (kalimatnya dipisah).
     Untuk yang dirangkaikan terdapat beberapa awalan antara lain :
Antar- , Contoh : Antarpulau, Antarkota, Antarbangsa
Maha- , Contoh : Mahasiswa, Mahakuasa, Mahaguru
Adi- , Contoh : Adikuasa, Adidaya, Adibusana
Pra- , Contoh : Prasejarah, Prasejahtera, dsb.
     Untuk yang tidak dirangkaikan menggunakan awalan Maha- , namun kata sambungnya sudah merupakan kata bentukan dari kata dasar sebelumnya.
Contohnya : Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Mengetahui.  

5. Penulisan Bilangan 
     Untuk jumlah dalam kalimat percakapan, biasanya bilangan ditulis dengan huruf, namun untuk menyatakan jumlah pasti seperti harga barang biasanya bilangan ditulis dengan angka.
Contoh : "Ibu aku mau membeli lima butir permen" (dengan huruf)
               "Total belanjaan bulan ini sebesar Rp. 1.500.000,-" (dengan angka)
     Untuk penulisan didalam data atau grafik, bilangan wajib ditulis dengan angka. Apabila disertai dengan huruf biasanya dibatasi dengan tanda kurung.
Contoh : Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)
     Untuk penulisan waktu ditulis menggunakan angka dengan format jam.menit.detik, namun untuk detik jarang digunakan dan hanya digunakan pada beberapa materi.

6.Tanda Baca 
     Tanda titik ( . )
- Digunakan untuk mengakhiri suatu kalimat.
- Digunakan untuk pemisah gelar ( Contoh : S.H , S.E , S.Pd , dll )
- Dalam beberapa artikel diketahui juga digunakan dalam daftar pustaka yang rujukannya menggunakan sistem rujukan tahun dan halaman.
     Tanda koma ( , )
- Digunakan sebagai jeda dalam pengucapan kalimat.
- Digunakan untuk kata yang dihubungkan dengan kata tetapi atau namun ataupun melainkan ( Contoh : Dia anak pintar, tetapi sangat angkuh )
- Digunakan sebagai pemisah bermacam-macam kata yang serupa maknanya dalam suatu kalimat ( Contoh : Rotinya ada rasa coklat, vanilla, keju, dan mocca )
- Digunakan sebagai pembatas antara kalimat artikel dengan kalimat langsung ( Contoh : Andik berkata, "Ibu aku mau berangkat ke sekolah").
     Tanda titik koma ( ; )
- Digunakan untuk memisahkan kalimat kalimat dalam suatu perincian  
- Dalam surat keputusan banyak digunakan untuk membatasi kalimat kalimat yang merupakan bagian dari konsiderasi dan bagian dari isi putusan itu sendiri.
     Tanda titik dua ( : )
- Digunakan pada kalimat yang mengandung beberapa anggota atau bagian yang diwakilkan dengan kata " misalnya : "contohnya :", atau "sebagai berikut :"
- Banyak digunakan dalam kalimat berbentuk formula seperti biodata, atau pada surat surat, atau keanggotaan organisasi.
( Contohnya : 
Nama :
Kelas :
Jabatan : )
    Tanda petik ( " " )
- Digunakan untuk menunjukkan suatu kalimat unik / kata kiasan yang memiliki arti lain dari kalimat sebenarnya 
(Contoh : Di dekat rumahku dibangun sekolah "luar biasa" , Hidupnya sebagai "kupu-kupu" malam telah berakhir)

     Tanda strip/hubung ( - )
- Digunakan pada kata yang berulang ulang
- Digunakan sebagai pemisah tanggal-bulan-tahun
- Digunakan sebagai penghubung kalimat dengan angka (Contoh :  Hari ini hari ulang tahunku ke-23)
- Digunakan sebagai penghubung huruf kapital ke huruf kecil (diluar hukum huruf kapital pada awal kalimat)
(Contoh : Hanya kepada-Nya lah kita patut menyembah)
- Digunakan sebagai kalimat jangkauan atau sampai dengan pada jumlah (Contoh : Tugas minggu ini ada pada halaman 20 - 22)

  • Kata dan Pilihan Kata
1. Pengertian
Kata secara sederhana adalah sekumpulan huruf yang mempunyai arti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti tersendiri, yaitu kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. kata juga mengandung arti, sederetan huruf yang diapit dua spasi dan mempunyai arti.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata untuk menyatakan sesuatu. Diksi atau pilihan kata pada dasarnya adalah hasil upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Diksi atau pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karang mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata-kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

1.1 Imbuhan Dari Bahasa Asing 
Selain imbuhan yang berasal dari Bahasa Indonesia sendiri (-kan, me-, di- dll), kita juga mengenal imbuhan asing. Imbuhan asing ini sudah diserap dan disesuaikan dengan ejaan yang baku, EYD. Imbuhan yang berasal dari asing itu adalah :
  
A. SANSEKERTA (-man, -wan, -wati)
a. Imbuhan -man
Ciri :
- Diletakkan pada kata yang berakhir dengan vokal -i
- Menunjukkan laki-laki
- Fungsi : membentuk kata benda
- Makna : orang yang ...
Contoh : seniman, budiman
b. Imbuhan -wan
Ciri :
- Diletakkan pada kata yang berakhir dengan vokal selain -i
- Menunjukkan laki-laki
- Fungsi : membentuk kata benda dan sifat
- Makna : orang yang ... 
Contoh : cendekiawan, wartawan
c. Imbuhan -wati
Ciri :
- Sejalan dengan akhiran -wan
- Menunjukkan wanita
- Makna : orang yang ...
Contoh : peragawati, olahragawati

 B. ARAB ( -i, -wi, -lah )
Ciri :
- Diletakkan pada kata yang berakhir dengan vokal -a
- Makna : mempunyai sifat
- Fungsi : membentuk kata sifat / kata benda
Contoh : surgawi, duniawi

C. EROPA ( -is, -isme, -isasi )
a. Imbuhan -is
Ciri : 
- Berasal dari bahasa belanda
- Makna : "yang bersifat" atau "orang yang... "
- Fungsi : membentuk kata sifat atau kata benda
Contoh : teoritis, aktivis
b. Imbuhan -isme
Ciri : 
- Berasal dari bahasa belanda
- Makna : aliran atau paham
- Fungsi : membentuk kata benda
Contoh : komunisme, kapitalisme
c. Imbuhan -isasi
Ciri :
- Berasal dari bahasa inggris
- Makna : proses
- Fungsi : membentuk kata benda
Contoh : urbanisasi, imunisasi
Contoh kata-kata yang berimbuhan asing tersebut adalah :
- seniman (asal kata : seni)
- hartawan (asal kata : harta)
- wartawati (asal kata : warta)
- insani (asal kata : insan)
- duniawi (asal kata : dunia)
- lahirlah (asal kata : lahir)
- praktis (asal kata : praktik)
- materialistis (asal kata : material)
- spesialisasi (asal kata : spesial) 

 1.2 Upaya PengIndonesiaan 
Di dalam upaya pengindonesiaan, memang ada beberapa tahap yang dilakukan. Tahap itu antara lain adalah penerjemahan dan penyerapan. Penerjemahan dilakukan dengan memanfaatkan antara lain, kosakata Bahasa Indonesia sebagai padanannya. Ada pertimbangan dalam penerjemahan itu, yakni ketepatan terjemahan dengan konsepnya. Hal ini penting agar istilah terjemahan itu tidak berbeda dengan konsep istilah asingnya. Caranya dapat dilakukan melalui terjemahan kata perkata (harafiah) ataupun melalui pengalihan konsepnya.
Contoh : 
Up grading diterjemahkan secara langsung menjadi penataran. Sementara itu, money lundring diterjemahkan dengan pencucian uang. Istilah ini dalam bahasa asingnya terdiri dari dua unsur, yaitu money "uang" dan undring "pencucian".

1.3 Makna Kata
Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk/ekspresi dan isi makna.
Bentuk dan ekspresi adalah segi yang dapat diserap dengan pancaindra, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat.
Isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi. Misalnya, ketika ada orang yang berteriak 'Maling!', akan timbul reaksi dalam pikiran kita bahwaa ada seseorang telah berusaha untuk mencuri barang atau milik orang lain. Jadi bentuk /ekspresinya adalah reaksi yang timbul pada orang yang sedang mendengar. Reaksi yang timbul dapat berwujud pengertian atau tindakan bahkan bisa keduanya.
Dalam berkomunikasi terdapat unsur penting dalam mendukung rangkaian kata yaitu :
1. Pengertian, merupakan landasan dasar untuk menyampaikan hal-hal tertentu kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan reaksi tertentu.
2. Perasaan, lebih mengarah kepada sikap pembicara terhadap apa yang dikatakannya, bertalian dengan nilai rasa terhadap apa yang dikatakan pembicara atau penulis.
3. Nada, mencangkup sikap pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembacanya.
4. Tujuan, yaitu efek yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis.

Macam-Macam Makna
Secara umum makna dibedakan atas makna konotatif dan denotatif, penjabarannya sebagai berikut:

Makna Denotatif
Makna denotatif dapat pula disebut sebagai makna denotasional, kognitif, konseptual, ideasional, referensial, dan proposisional dinamakan makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional karena makna itu menunjuk (denote) pada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan, stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap panca indria atau kesadaran dan rasio manusia. Disebut sebagai makna proposisional karena bersifat faktual atau paling dasar pada sebuah kata. Contoh : Rumah itu luasnya 250 meter persegi.
Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, yaitu : (1) relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan (2) relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya. Jadi, pengertian 'kursi' adalah ciri-ciri yang membuat sesuatu disebut sebagai kursi, bukan sebuah kursi individual.

Makna Konotatif
Makna konotatif merupakan nilai komunikatif dari suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi diatas isinya yang murni dan konseptual. Misalnya : 'Woman', secara konseptual dapat terdefinisikan melalui tiga sifat. Manusia, perempuan dan dewasa (+Human, -Male, +Adult). Akan tetapi makna kata 'Woman' jika diperluas maknanya maka dapat diasumsikan bahwa 'Woman' mempunyai sifat tambahan yang tidak masuk kedalam kriteria dari makna konseptual tetapi dapat menjadi acuan dalam mendeskripsikan lebih luas lagi. Misalnya menggunakan parameter  sifat fisik (berkaki dua, memiliki rahim), berdasarkan sifat psikis dan sosial (suka berteman, memiliki naluri keibuan), diperluas dengan sifat tipikal yang belum tentu mutlak (pandai bicara, pandai memasak, memakai rok atau gaun), dapat diasumsikan juga dengan sifat ‘putatif’, yang acuannya disebabkan oleh pandangan yang diterima oleh individu atau sekelompok ataupun seluruh anggota masyarakat (lemah, gampang menangis, penakut, emosional, tidak rasional, tidak konstan, lembut, mudah menaruh simpati, suka kerja keras),  sehingga makna konotatif bersumber dari pandangan individu, masyarakat, yang biasanya melekat pada suatu hal pada dunia nyata. Akan tetapi makna konotatif bukan merupakan hal yang spesifik dan mutlak. Contoh lain yang bisa diamati adalah ’Baby’, dapat dikonotasikan secara visual dengan mengilustrasikan foto bayi, rengekan/tangisan, tanpa menggunakan konteks kata.

Konteks Linguistis dan Nonlinguistis
Istilah referensi menyatakan relasi antara bahasa denga sesuatu yang bukan bahasa yang dimasukkan dalam bidang semantik. Sedangkan relasi antar unsur-unsur bahasa sendiri yang dikaitkan dengan dengan pengalaman seseorang biasanya disebut sebagai pengertian (sense). Sehingga terdapat dua macam relasi yaitu: relasi antara bahasa dengan dunia pengalaman (referensi/makna) dan relasi antar unsur-unsur bahasa (pengertian/sense)

Konteks Nonlinguistis
Konteks linguistis mencangkup dua hal yaitu: (1) hubungan antara kata dengan barang/hal dan (2) hubungan antara bahasa dan masyarakat (konteks sosial). Menurut Firth (linguis Inggris), konteks sosial mencangkup:
Ciri-ciri relevan dari partisipan: orang-orang atau pribadi-pribadi yang terlibat dalam kegiatan berbicara. Ciri-ciri tersebut dapat berwujud: aksi verbal partisipan dan aksi non verbal partisipan.
Objek-objek yang relevan: pokok pembicaraan juga akan mempengaruhi bahasa para partisipan.
Efek dari aksi verbal: efek yang diharapkan oleh partisipan juga akan mempengaruhi pilihan kata.
Konteks Linguistis
Konteks linguistis adalah hubungan antara unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain. Konteks linguistis mencangkup konteks hubungan antara kata dengan kalata dalam frasa atau kalimat, hubungan antar frasa dalam sebuah kalimat atau wacana, dan juga hubungan antar kalimat dalam wacana. Dalam berbicara konteks maka diperlukan kolokasi. Kolokasi (collocation) adalah lingkungan leksikal dimana sebuah kata dapat muncul. Contoh: gelap berkolokasi dengan malam.
1.4 Struktur Leksikal
Yang dimaksud struktur leksikal adalah bermacam-macam relasi semantik yang terdapat pada kata. Hubungan antarkata tersebut dapat berupa: sinonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, dan antonimi. Kelima relasi makna tersebut dapat dikelompokkan atas:
1. relasi antara bentuk dan makna yang melibatkan sinonimi dan polisemi; (a) sinonimi: lebih dari satu bentuk bertalian denga satu makna. (b) polisemi: bentuk yang sama memiliki lebih dari satu makna.
2. relasi antara dua makna yang melibatkan hiponimi dan antonimi;
(1) hiponimi: cakupan-cakupan makna dalam sebuah makna yang lain.
(2) antonimi: posisi sebuah makna diluar sebuah makna yang lain.
relasi antara dua bentuk yang melibatkan homonimi, yaitu satu bentuk mengacu pada dua referen yang berlainan.  
Sinonimi (syn = sama, onoma = nama)
adalah (1) telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki makna yang sama; (2) keadaan dimana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama.
Kesinoniman kata dapat diukur dari: (1) kedua kata harus saling bertukar dalam semua konteks (sinonim total), (2) kedua kata itu memiliki identitas makna kognitif dan emotif yang sama (sinonim komplit), sehingga pada kriteria tersebut terdapat empat macam (1) sinonim total dan komplet, yang jarang ada, dan dijadikan landasan untuk menolak adanya sinonim (2) sinonim yang tidak total tapi komplet (3) sinonim yang total tetapi tidak komplet (4) sinonim yang tidak total dan tidak komplit. Sinonim terjadi karena adanya proses serapan (borrowing) contoh: prestasi, produksi dll. Faktor lain yang menyebabkan kesinoniman adalah emotif (nila rasa) dan evaluatif. Makna kognitif dari kata-kata yang bersinonim itu tetap sama, hanya nilai evaluatif dan emotifnya yang berbeda. Contoh: ekonomis-hemat-irit, dara-gadis-perawan, dsb.
 Polisemi dan Homonimi
Polisemi (poly = banyak, sema = tanda) merupakan satu bentuk yang mempunyai beberapa makna. Sedangkan homonimi merupakan dua kata atau lebih tetapi memiliki bentuk yang sama.
Hiponimi
Hiponimi: merupakan semacam relasi antar kata yang berwujud atas-bawah atau di dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Kelas atas disebut superordinat, sedangkan kelas bawah disebut hiponim. Contoh: bunga merupakan superordinat dan hiponimnya adalah mawar, melati, sedap malam,flamboyan, dll.
Antonimi adalah makna satuan lingual yang berlawanan, disebut juga dengan istilah oposisi. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu:
1. oposisi kembar: oposisi yang mencangkup dua anggota (ciri utama: terjadinya penyangkalan yang satu berarti penegasan terhadap anggota yang lain, penegasan terhadap yang satu berarti penyangkalan terhadap yang lain). Contoh: laki-laki-wanita, anak itu laki-laki=anak itu bukan wanita, anak itu bukan laki-laki=anak itu wanita.
2. oposisi majemuk: oposisi yang mencangkup suatu perangkat  yang terdiri dari dua kata. Contoh: logam, species binatang, warna dsb.ciri utama: penegasan terhadap suatu anggota akan menyangkup penyangkalan atas tiap anggota lainnya secara terpisah, tetapi penyangkalan terhadap suatu anggota akan mencakup penegasan mengenaikemungkinan dari semua anggota lain. Contoh: ’baju itu tidak hijau’ berarti baju itu bisa merah, putih dll.
3. oposisi gradual: merupakan penyimpangan oposisi kembar yaitu antara dua istilah yang berlawanan masih terdapat sejumlah tingkatan ’antara’. Contoh: antara besar dan kecil, tinggi dan pendek. Ciri utama:penyangkalan terhadap yang satu mencakup penegasan terhadap yang lain, walaupun penegasan terhadap yang satu mencakup penyangkalan terhadap yang lain. Misalnya: ’rumah kami tidak besar’, tidak mencakup pengertian ’rumah kami kecil’. Walaupun ’rumah kami besar’ mencakup pengertian ’rumah kami tidak kecil’.
4. oposisi relasional (kebalikan): merupakn oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan. Contoh: orang tua-anak, suami-istri, utara-selatan,timur-barat, dll. Dalam kalimat: Ali menjualseekor sapi pada Tono- Tono membeli seekor sapi dari Ali.
5. oposisi hirarkis: oposisi yang terjadi karena tiap istilah menduduki derajat yang berlainan. Oposisi ini sebenarnya sama dengan oposisi majemuk, namun terdapat suatu kriteria tambahan yaitu tingkat. Termasuk perangkat ukuran, penanggalan. Misalnya: inci-kaki-yard.
6. oposisi inversi: oposisi yang terdapat pada pasangan kata seperti: beberapa-semua, mungkin-wajib, boleh-harus. Pengujian utama mengenai oposisi inversi mengikuti kaidah sinonim mencakup: (a) penggantian suatuistilah dengan yang lain, dan (b) mengubah posisi suatu penyangkalan dalam kaitan dengan istilah yang berlawanan. Misalnya: ’Beberapa negara tidak memiliki pantai, sinonim dengan: tidak semua negara memiliki pantai.
  • Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang sangat penting dalam menyampaikan gagasan dan merupakan sarana penyampai gagasan yang lengkap dan utuh. 
Untuk menyusun kalimat efektif perlu memperhatikan :
Kekompakkan dan kesatuan
- Kehematan
- Kevariasian
- Kesejajaran
- Penekanan 

  •  Paragraf
Paragraf adalah suatu tulisan karya ilmiah atau karangan dalam sebuah kalimat dimana penulisannya diawali dengan baris baru. biasanya dalam sebuah tulisan atau kalimat paragraf dibuat agak masuk kedalam dengan beberapa ketukan spasi dengan tujuan dapat memberikan gagasan atau ide-ide dari penulis.
Demikian pula pada penulisan paragraf selanjutnya dapat diikuti seperti paragraf pertama atau paragraf diatas.
Fungsi Paragraf
Dalam penulisan paragraf memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
  1. Paragraf dalam sebuah kalimat dapat menjadi pengantar sebuah ide-ide, isi kalimat dan kalimat penutup pada tulisan yang dibuat oleh penulis.
  2. Mencurahkan suatu perasan dan pemikiran penulis dalam sebuah karya atau kalimat dalam bentuk tulisan yang dibuat secara logis dan dapat diterima oleh pembaca.
  3. Paragraf tak hanya mencurahkan segala sesuatu tentang pemikiran dan perasan, tetapi paragraf juga dapat membantu pembaca untuk memahami segala sesuatu mengenai isi dan topik dalam sebuah tulisan.
  4. Dalam penulisan paragraf dapat memudahkan penulis untuk menyusun segala sesuatu mengenai isi pemikiran sang penulis.
  5. Dapat membantu penulis dalam mengembangkan gagasan-gagasan atau ide dari segala sesuatu yang berhubungan dengan topik yang ingin ditulis oleh penulis menjadi sebuah karya tulis yang akan dibuat.
Ciri-Ciri Paragraf
Selain memiliki fungsi, paragraf juga memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Pada kalimat pertama atau utama paragraf harus masuk agak kedalam dengan beberapa ketukan spasi. Ketukan spasi dalam paragraf sekitar lima ketukan, biasanya ketukan lima spasi ini digunakan untuk jenis kalimat atau karangan yang biasa.
  2. Paragraf biasanya digunakan sebagai pikiran utama dalam sebuah kalimat atau topik yang telah      ditentukan oleh penulis.
  3. Kalimat topik dan kalimat pengembang dalam paragraf memiliki fungsi dalam penulisan dimana fungsi tersebut dapat menjelaskan atau menerangkan pikiran utama dari penulis dalam menuliskan sebuah karya atau karangan dalam sebuah kalimat topik.
  4. Selain itu pada poin keempat paragraf juga memakai sebuah kalimat penjelas dalam tulisan dimana kalimat penjelas tersebut berisikan tentang kedetailan dari kalimat topik. Paragraf memang bukan kumpulan dari kalimat topik, tetapi paragraf disini berisi beberapa kalimat penjelas dan hanya satu kalimat topik.
 Jenis Jenis Paragraf
Berikut ada beberapa jenis paragraf berdasarkan isi dan letak kalimat pokok : 
Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Pokok Dan Contohnya:
  1. Paragraf Deduktif
Paragraf ini adalah ditandai oleh suatu kalimat atau paragraf yang terletak di awal paragraf. Contohnya : membaca memang penting dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Seseorang yang ingin memiliki pengetahuan dibidang kesehatan, cukup membaca buku-buku terkait dalam bidang kesehatan.
Ingin memiliki kemampuan dibidang ilmu komunikasi, cukup mempelajari buku-buku ilmu komunikasi. Sama seperti halnya mengenai ilmu pengetahuan lainnya, hanya cukup membaca buku-buku pengetahuan berdasarkan bidang anda pilih.
  1. Paragraf Induktif
Paragraf ini adalah sebuah kalimat atau paragraf dimana ide pokoknya berada di akhir paragraf.
Contohnya: seseorang yang ingin memiliki pengetahuan di bidang kesehatan, hanya cukup membaca buku-buku tentang kesehatan. Jika ingin memiliki kemampuan dibidang ilmu komunikasi cukup membaca buku-buku terkait bidang ilmu komunikasi. Sama halnya dengan ilmu pengetahuan lain. Jadi membaca memang penting dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
  1. Paragraf Campuran
Paragraf ini adalah suatu kalimat atau paragraf yang dicampur antara paragraf awal dan paragraf akhir.
Contohnya : membaca memang penting dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Seseorang yang ingin memiliki pengetahuan dibidang kesehatan, cukup membaca buku terkait dalam bidang kesehatan. Ingin memiliki kemampuan dibidang ilmu komunikasi, cukup mempelajari buku-buku ilmu komunikasi.
Sama halnya mengenai ilmu pengetahuan lainnya hanya cukup membaca buku-buku pengetahuan berdasarkan bidang yang di pilih. Sekali lagi membaca memang penting dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
  1. Paragraf Narasi
Dalam jenis paragraf ini tidak memiliki kalimat ide pokok maupun kalimat yang dijelaskan, karena semua kalimat pada paragraf ini dianggap semuanya penting.
Contohnya : seseorang yang ingin memiliki pengetahuan dibidang kesehatan, cukup membaca buku-buku terkait dalam bidang kesehatan. Ingin memiliki kemampuan dibidang ilmu ilmu komunikasi, hanya cukup membaca buku tentang ilmu komunikasi. Sama halnya dengan ilmu pengetahuan lainnya cukup membaca buku-buku yang terkait dengan ilmu yang dipelajari.
Paragraf Berdasarkan Yang Ditinjau Dari Isinya Beserta Contohnya Dibedakan Sebagai Berikut :
  1. Paragraf Eksposisi
Paragraf ini adalah suatu kalimat yang memaparkan sebuah isi paragraf terhadap suatu masalah atau sebuah peristiwa.
Contohnya: kegiatan dalam merayakan ulang tahun TNI ke 72 tanggal 5 Oktober 2017 di lapangan blang padang banda aceh. Semua warga banda aceh turut hadir menyaksikan serangkaian acara ulang tahun TNI ke 72 dengan berbagai ragam acara seperti : Drumband, Tari Saman dan acara lainnya.
  1. Paragraf Deskripsi
Paragraf ini adalah suatu kalimat yang memaparkan isi gambaran pada suatu keadaan atau sebuah peristiwa yang bentuk tulisan sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar dan merasakan serta mengalami peristiwa tersebut.
Contohnya: saat brownis coklat buatan ibuku dihidangkan untukku, wangi brownis coklatnya langsung tercium enak oleh hidungku. Saat aku mencoba memakannya, bentuk dan rasa manisnya langsung membuat lidahku bergoyang. Sungguh, ibuku sangat pandai sekali membuat brownis coklat ini.
  1. Paragraf Persuasi
Paragraf ini adalah sebuah kalimat atau paragraf dimana isinya dapat mempengaruhi atau membujuk pembaca untuk memperoleh pendapat dan gagasan yang sama dengan penulis.
Contohnya: membaca memang merupakan faktor penting dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan. sebab seseorang tak memiliki niat untuk membaca pasti tidak banyak memiliki tingkat pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan biasanya bersumber dari buku. Misalnya anak yang pandai dalam pelajaran, biasanya dia akan menjadi kutu buku. Bagi siapa saja yang tidak memiliki niat untuk membaca pasti pengetahuannya tidak luas dan terbatas. Oleh karena itu membaca menjadi hal yang penting dan biasakanlah membaca buku.
  1. Paragraf Argumentasi 
Paragraf ini adalah suatu kalimat paragraf dimana isinya dapat menyakinkan pembaca sehingga memperoleh dan menerima gagasan dalam sebuah karya yang ditulis oleh penulis.

Contohnya: membaca memang merupakan faktor penting dalam menguasai berbagai ilmu pengetahuan. Seorang penasihat hukum pasti selalu membaca buku-buku yang terkait dengan hukum, sebab jika tidak membaca buku hukum pasti ia akan merasa kesulitan dan tidak tahu apa saja pasal-pasal yang tertera dibuku hukum. Seorang mahasiswa, tidak mau membaca buku maka akan mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal dari dosen.
  1. Paragraf Narasi
Paragraf ini adalah suatu kalimat paragraf dimana isinya menceritakan suatu peristiwa atau sebuah masalah, sehingga membuat pembaca menjadi tehibur atau terharu.
Contohnya: beberapa hari yang lalu kami pergi ke sebuah pusat wisata yang berada di Jakarta. Kami pergi dengan 2 mobil pribadi. Mobil kami melaju cukup cepat secara beriringan dengan mobil lainnya. Perjalanan menjadi sangat menyenangkan, semua orang tampak gembira. Cahaya sinar matahari menyinari kami sehingga membuat pemandangan dari dalam kacamata mobil cukup indah.      

Sumber : salamadian.com

                syahrirmdn.blogspot.com